Sobeklah Secuil, Maka Tak Lagi Indah  

Posted by: Intan Lingga in




Pernahkah melihat pertunjukkan yang sukses? Acara yang meriah? Atau permainan yang bagus? 

Ada sebuah hal ironis yang mungkin terjadi di balik kesuksesan sesuatu. Ada yang terlupakan, seringkali terlupakan.. dan bukan jarang hal itu justru hal yang sangat kita butuhkan. Seseorang yang selalu siap meng-handle apa saja tanpa mengeluh, mengurusi hal-hal kecil yang sering terabaikan tapi membuat panik saat dibutuhkan. Tapi orang itu justru terlupakan saat agenda foto bersama.

Pada saat itu, kesempatanku adalah bergabung dalam sebuah kepanitiaan yang tidak seperti biasanya. Aku berada di tempat aku bisa menonton semua pertunjukkan di balik layar. Ada satu hal menarik, yang terjadi di mana-mana dan kita seringkali tidak sadar dengan apa yang telah diperbuat beberapa komponen yang ‘kurang dianggap’ itu. 

Entahlah,, yang merasa bos duduk dan memerintah kesana-kemari. Seketika mengubah semua susunan yang sudah dengan susah dibuat, lalu membuat malu beberapa orang kecil dengan tingkahnya. Tapi sepertinya rasa malu itu tidak berbuntut panjang, pada orang kecil.
Aku melihat dengan seksama orang-orang di bawah kebanyakan justru orang-orang dengan kesabaran super tinggi. Bahkan dengan semua hal sepele-yang penting- yang mereka kerjakan, mereka tak terpikir sedikitpun untuk ikut difoto (momen di mana semua orang ingin eksis utk dikenang). Aku terkagum-kagum pada manusia jenis ini. Diberi kekuatan dan ketekunan penuh, dengan sedikit hasrat untuk muncul ke permukaan.

Hal ini tentu saja menjadi renungan tersendiri buatku. Aku terbiasa di depan, dalam sebuah acara biasanya aku di bagian paling strategis. Ketua, sie acara, atau korlap. Apa yang kutonton kemarin mungkin refleksi, sekaligus pengingat buatku. Bahwa sebuah kesuksesan, apapun bentuknya, adalah sebuah pengorganisasian yang baik dari seluruh komponen, baik komponen yang kecil maupun yang besar. 

Apa yang paling ditunggu panitia? “pengunjung acara yang banyak”.
Apa yang paling diinginkan panitia? “Acara lancar, semua job desk selesai tepat waktu tanpa ada yang terlewat”.

Mungkin dari dua pertanyaan itu kita bisa sadar, bahwa tidak ada yang boleh dilewatkan : pengunjung (yang kadang-kadang termasuk orang yang tidak terpikir bakal datang), dan orang-orang yang mengamankan hal kecil (seperti amplop atau map yang sering terabaikan). Hal ini membuatku semakin yakin, tidak ada orang yang akan benar-benar sukses tanpa menghargai hal kecil. Semua komponen harus dirangkul. Tamu mahal yang dihadirkan mungkin menjadi ‘barang penting’ untuk difoto bersama kita. Tapi itu tidak akan bertahan lama ‘sukses’nya saat kita melupakan komponen kecil yang justru mengamankan hal-hal kecil yang justru banyak diabaikan orang.


Aku jadi teringat lilin, lilin yang dicari hanya saat lampu mati. Mungkin begitulah kira-kira. Hal ini menjadi pelajaran tersendiri buatku. Terima kasih, atas kesempatan belajar tentang ini, Tuhan.

Jogonalan, 12 Agustus 2011
__Intanian__

Saat Hampir Angka 0  

Posted by: Intan Lingga in

Detik di lampu lalu lintas menunjukkan angka 3 berwarna hijau, sedangkan posisi motorku masih kira-kira 30 meter dari perempatan. Hati ini lalu galau, “tarik aja apa berhenti ya?” akhirnya rem motor kuinjak, berhenti. Tapi lalu menyesal karena ternyata angka merahnya dimulai dari detik ke 97. “Mampus!  Telat!” itu hal yang pertama kali muncul di benak. Tapi lalu motor di belakangku langsung saja menerobos lampu itu dengan kencangnya. Dan jadilah dia bingung karena sebelum berhasil melewati perempatan, kendaraannya terhadang laju kendaraan dari arah kiri yang tentu saja sudah hijau dari beberapa detik tadi. Puluhan kendaraan yang seolah sangat kompak itu pun memaksanya berhenti di tempat yang tanggung, resikonya tentu saja, tilang. Tapi beruntung dia tidak tertabrak.

Aku yang sedang terburu-buru karena harus presentasi penting, tiba-tiba terus-menerus memikirkan hal ini. Sepanjang jalan, bahkan sampai beberapa hari kemudian. 

Hidup kita, tentu saja tidak akan pernah selalu bahagia dan tenang-tenang saja. Akan ada banyak waktu saat kita menemukan perempatan-perempatan yang memaksa kita membuat pilihan. Dan pilihan itu selalu ada resikonya. Kadang kita hanya perlu meyakinkan diri atas pilihan yang kita ambil. Saat aku memutuskan berhenti (seperti analogi di lampu merah tadi), ada sedikit penyesalan datang, tapi lalu keyakinanku diperkuat saat melihat seorang yang ‘nekat’, dan merasa sedikit lebih beruntung karena berhenti di tempat yang tepat. Sepertinya aku membandingkan resiko dengan orang nekat itu, walaupun mungkin kalau aku yang melakukannya tidak akan sama hasilnya karena aku beberapa detik lebih cepat.

Penekanan di sini adalah tentang pertimbangan, keputusan, dan penguatan. Aku selalu percaya kalau yang dimaksud dengan takdir adalah apa yang menjadi hal terakhir yang kita putuskan dan berbuntut pada resikonya. Mungkin analoginya terlalu jauh, tapi seperti nasihat senior di tempat magang, “Tulislah semua yang ada di kepala, jangan khawatir apa-apa dulu”. (Makasih Mba Dian ^^). 


__Intanian__
Jogonalan, 7 Agustus 2011