Pejabat Adalah Bentuk Loyalitas Lebih  

Posted by: Intan Lingga in

Menjadi pejabat struktural di sebuah institusi pendidikan adalah bentuk loyalitas yang lebih. Bagi seorang dosen, di samping mengajar, kemampuan dan kompetensi dosen diperlukan untuk bertanggung jawab di bidang akademis maupun kemajuan universitas. Kedua-duanya harus dilakukan seiring sejalan, dengan tanggung jawab yang sama besarnya.

Hal tersebut disampaikan oleh Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Ir. H. M. Dasron Hamid, M.Sc, saat memberi sambutan pada acara Pelantikan Pejabat Struktural Baru di Lingkungan UMY, Sabtu (31/12) bertempat di Rektorat UMY. 

Dalam acara ini, UMY melantik 85 pejabat struktural baru di lingkungan UMY. Pejabat yang dilantik akan menjabat sampai 31 Agustus 2013. Pejabat struktural yang dilantik meliputi direktur, ketua program, dan sekretaris program pascasarjana, ketua progam studi (kaprodi), sekretaris program studi (sekprodi), koordinator laboratorium, dan kepala tata usaha. 

Dasron berharap agar para kaprodi dan sekprodi yang dilantik dapat menjalankan pekerjaannya dengan amanah. “Sebagai dosen, para kaprodi dan sekprodi tidak hanya bertanggung jawab atas akademis, tetapi bagaimana agar dapat menjalankan program yang telah ditetapkan universitas dengan amanah. Karena hal itu merupakan konsekuensi sebagai pimpinan dan harus dapat dipertanggungjawabkan,” jelasnya. 

Dasron menambahkan, memimpin maupun me-manage proses akademik merupakan tanggung jawab yang sama pentingnya. “Dosen yang menjabat harus dapat mensinergikan proses akademik maupun non akademik secara lebih terstruktur. Sebagai pengajar, dosen wajib memaksimalkan kompetensi akademisnya demi kemajuan mahasiswa. Sedangkan sebagai pejabat struktural, dosen juga wajib memaksimalkan program-program yang dituju oleh kampus, yaitu mewujudkan UMY yang Unggul dan Islami,” pungkasnya.  


RELEASE :




Apalah Arti Nilai A, Saat Tidak Bisa Membunyikannya  

Posted by: Intan Lingga in

Penelitian harus memiliki manfaat. Selain manfaat, tolak ukur penelitian yang unggul adalah bagaimana sebuah penelitian atau riset dapat memberikan dampak. Artinya, ada pencapaian-pencapaian baru yang bisa ditunjukkan. Ketika menulis, seorang peneliti harus bisa membaca dengan baik kemanfaatan tulisannya. Karena apalah arti nilai “A”, saat tidak bisa membunyikannya.
Hal ini disampaikan oleh Dr. Yulizar D. Sandrego, Kepala Litbang STEI Tazkia Bogor, saat menjadi pembicara dalam Workshop “Penyusunan Proposal Penelitian Bersama, Kaitan Antara Industri dengan Perguruan Tinggi Dalam Pengembangan Ekonomi Syariah”, Jumat (30/12) pagi, bertempat di Kampus Terpadu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Acara ini diselenggarakan oleh Program Studi Ekonomi dan Perbankan Islam, Fakultas Agama Islam (FAI) UMY, bekerja sama dengan Asosiasi Dosen Ekonomi Syariah (ADESy). Acara ini digelar dengan maksud agar peserta memahami isu-isu aktual mengenai praktik keuangan dan ekonomi Islam di Indonesia.
Dalam ceramahnya, Yulizar menyampaikan bahwa peneliti harus punya jiwa enterpreneur. “Tidak hanya pedagang barang yang harus punya jiwa enterpreneur, peneliti pun harus punya. Bukan barang yang dijual, melainkan ide. Ide tersebut harus bisa dituliskan, dapat dibuktikan secara rasional, dan memberikan manfaat lebih,” ungkapnya.
Menurut Yulizar, menulis adalah salah satu cara menjaga kejeniusan. “Apalah arti IPK tinggi, tetapi otak kanan tidak bisa jalan. Begitu juga nilai A, tapi tidak bisa membunyikan. Menuliskan penelitian, berarti kita mengasah pemikiran, dan berusaha bersimpati dengan permasalahan ekonomi di Indonesia. Penelitian harus dapat memunculkan isu baru, yang solutif,” tuturnya.
Sementara pembicara lain yang dihadirkan, Dr. Siti Murniati, wakil ketua STEI Hamfara Yogyakarta, mengungkapkan hal senada. “Ketika menulis, sebenarnya kita berangkat dari fenomena. Hal tersebut bisa jadi sederhana saja, seperti Columbus yang berpikir mengenai bumi itu bulat. Pada awalnya, banyak orang menghujat. Tapi delapan tahun kemudian, dia berhasil membuktikannya dan memberikan pemahaman baru bagi umat di dunia,” ujar peneliti tentang “Kepatuhan Syariah di Perbankan” ini.
Siti menambahkan, dalam penelitian, ada beberapa poin penting yang harus diperhatikan. “Penelitian harus memiliki manfaat, metodologi yang mendukung dan terukur, data yang lengkap, dan teori yang melandasi. Dengan memperhatikan poin-poin tersebut, maka penelitian kita akan lebih mudah untuk diimplementasikan, dapat diukur, dan datanya valid,” jelasnya.




Pakar Hukum Jepang Kunjungi FH UMY  

Posted by: Intan Lingga in


Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FH UMY) menerima kunjungan tiga akademisi dari Jepang.  Mereka adalah Prof. Kusano Yoshiro, Prof. Tatsuki Inada, dan Dr. Nagao Satoru. Ketiganya berasal dari School of Law Gakushuin University, Tokyo. Kunjungan ini dilakukan dalam rangka menjalin kerjasama Fakultas Hukum Gakushuin University dengan FH UMY. Dalam pertemuan ini, FH Gakushuin menawarkan kemungkinan memberikan beasiswa bagi dosen FH UMY untuk melakukan riset di Jepang. Sebaliknya, pihak FH UMY menawarkan Summer Course on Islamic Law, seperti yang sudah pernah dilakukan di Charles Darwin University Australia.

Hal ini disampaikan oleh H. Muhammad Endrio Susilo, S.H., MCL., saat ditemui di sela-sela acara kunjungan, Kamis (29/12) pagi di Gedung Rektorat UMY. 

Endrio berpendapat, kerja sama ini merupakan kesempatan bagi dosen FH UMY untuk melihat dunia internasional. “Jepang adalah negara yang sangat maju dalam hal mediasi. Perkembangan mediasi di Indonesia tidak lepas dari kontribusi Prof. Osano.  Bahkan, saat Mahkamah Agung (MA) membuat perundang-undangan tentang mediasi, itu adalah hasil studi banding ke Jepang. Diharapkan dengan melakukan riset di Jepang, akan membawa banyak sumbangsih bagi dunia hukum di Indonesia,” ungkapnya. 

Belajar Hukum ke Jepang, Endrio melanjutkan, lebih sesuai untuk Indonesia. “Secara basis budaya, Jepang lebih mirip dengan Indonesia. Apa yang dianggap benar dan tidak benar, antara Jepang dan Indonesia jauh lebih sesuai, daripada kita belajar ke Eropa. Jepang dan Indonesia sama-sama orang Timur,” jelasnya.

Masih menurut Endrio, selain hal tersebut di atas, kesempatan ini juga merupakan kesempatan bagi dosen untuk aktif di dunia riset ilmiah. “Dengan melakukan riset di Jepang, dosen akan lebih terbuka wawasannya. Selain itu, hal ini juga akan berdampak pada kepercayaan diri dosen. Bagi FH sendiri, secara pragmatis, poin akreditasi akan terus meningkat,” tuturnya. Rencananya, para tamu akan langsung bertolak ke Jepang seusai ramah tamah dan makan siang bersama pimpinan UMY.




Kunjungan PMY ke Tribun Jogja, Rabu, 28 Desember 2011  

Posted by: Intan Lingga in




Kalangan Akademisi Jadi Favorit Capres 2014 Versi Wong Jogja  

Posted by: Intan Lingga in

Masyarakat Yogyakarta lebih menginginkan calon presiden (capres) 2014  yang berasal dari kalangan akademisi dibanding kalangan profesi lain, bahkan politisi sekalipun. Dari 510 orang responden, yang merupakan warga Yogyakarta, sebanyak 129 responden memilih Capres dari profesi akademisi. Kalangan birokrat hanya dipilih oleh 108 responden, sedangkan politisi 95 responden, sisanya menginginkan capres dari kalangan pengusaha, tokoh agama, dan lain-lain. Menurut Dosen Ilmu Pemerintahan UMY Dian Eka Rahmawati, SIP., M.Si, mungkin masyarakat sudah mulai jenuh dengan politisi yang citranya semakin buruk.

Hal ini disampaikan Dian saat memaparkan hasil polling dalam acara “Pemaparan Hasil Polling dan Diskusi Akhir Tahun – Capres Ideal 2014 Versi Wong Jogja”, Kamis (22/12) bertempat di Kampus Terpadu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Tim polling adalah para dosen Ilmu Pemerintahan UMY.

Dian menjelaskan beberapa aspek yang diteliti berikut hasil pollingnya dalam diskusi ini. “Selain kategorisasi capres, dalam polling juga ditanyakan mengenai aspek usia, jenis kelamin, pendidikan, primordial, kapasitas pribadi, dan profesi capres. Untuk aspek usia, pilihan masyarakat cukup seimbang baik usia muda maupun tua. Artinya, masyarakat tidak terlalu mementingkan apakah capres itu tua atau muda. Untuk jenis kelamin, 57,45% responde memilih capres laki-laki, 38,43% boleh laki-laki dan boleh perempuan, sisanya 4,21% memilih perempuan,” ungkapnya.

Lebih lanjut Dian menambahkan, saat ini kesukuan capres tidak lagi harus Jawa. Masyarakat Yogyakarta juga lebih menginginkan capres dari kalangan sipil dibanding militer. Sebanyak 57,65% atau sekitar 283 orang menginginkan capres 2014 berasal dari rakyat sipil. Sedangkan untuk kategori capres dari militer, dipilih oleh  35,29%  atau sekitar 176 orang, sisanya 7,06% netral. “Hal ini mengindikasikan adanya pergeseran pilihan, yang sebelumnya lebih dominan militer, menjadi dominan sipil. Hasil polling juga mengindikasikan bahwa, mungkin saja masyarakat kecewa terhadap militer yang tidak kunjung bisa memperbaiki keadaan negara, khususnya di bidang ekonomi, sosial, dan lain-lain”, tandasnya.

Perumahan Hemat Energi Untuk Pegawai UMY  

Posted by: Intan Lingga in




Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) menyediakan perumahan hemat energi untuk pegawainya. Perumahan ini terletak di Desa Bangunjiwo, Kasihan, Bantul Yogyakarta. Tanah seluas 100.000 m2 ini akan dibuat 102 buah kavling, dengan rata-rata luas 80m2 per kavling. Ditargetkan, 25 buah rumah pertama akan selesai dibangun dalam tenggat waktu enam bulan. Perumahan dan jalan di sekitarnya akan menggunakan penerangan sistem solar cell yang merupakan hasil penelitian mahasiswa UMY. Sistem solar cell merupakan pemanfaatan sinar matahari dengan menggunakan panel surya, yakni panel yang dapat menyerap tenaga matahari untuk disimpan ke dalam baterai.

Dr. Suryo Pratolo, M.Si, Akt, Wakil Rektor II, menyampaikan hal tersebut pada acara Peletakan Batu Pertama Perumahan Pegawai UMY, Selasa (20/12) pagi, bertempat di Desa Bangunjiwo. 

Suryo Pratolo menjelaskan, UMY akan menyediakan fasilitas umum di perumahan tersebut. “UMY akan membantu pembangunan fasilitas umum seperti jalan, drainase, pematangan tanah, dan lain-lain. Penerangan yang akan dipakai merupakan upaya penerapan dari hasil penelitian mahasiswa UMY, yakni berupa solar cell.  Dengan demikian, perumahan ini menjadi perumahan yang hemat energi,” ungkapnya.

Perumahan ini, masih menurut Suryo, disediakan untuk seluruh pegawai UMY. “Total jumlah kavling yang disiapkan adalah 102 buah. Rumah dengan tipe 36 ini dapat diangsur sampai 15 tahun. 25 rumah tahap pertama disiapkan bagi 25 pendaftar pertama,” tambahnya.

Ditemui di tempat yang sama, Rektor UMY, Ir. H. M. Dasron Hamid, M.Sc, mengatakan bahwa program perumahan pegawai adalah bentuk kepedulian UMY kepada para pegawainya. “Upaya menyediakan perumahan pegawai menjadi sebuah gagasan yang dirancang untuk menyejahterakan para pegawai UMY. Harapannya, pegawai akan lebih fokus dalam meningkatkan kinerja. Hal ini dilakukan demi menghadapi persaingan kerja yang semakin ketat. Dengan hadirnya perumahan ini juga, diharapkan akan membawa peningkatan untuk perkembangan Desa Bangunjiwo,” ungkapnya. 

Sementara Supriadi, salah satu staf Pusat Pelatihan Bahasa UMY, menyambut antusias hadirnya perumahan ini. “Saya sangat senang dan berterima kasih, karena akhirnya bisa mendapatkan rumah, walau mengangsur. Tapi hal ini merupakan sebuah berkah bagi saya dan keluarga,” ujar pegawai yang telah bekerja selama 16 tahun di UMY.

Jumlah Mahasiswa PTAI Masih Minim  

Posted by: Intan Lingga in

Indonesia perlu meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) menjadi 40% untuk Perguruan Tinggi. Hal ini menjadi kebijakan Kementrian Agama RI di tahun 2025 mendatang, demi Indonesia yang lebih maju. Saat ini, APK Indonesia baru mencapai angka 18,7%. Dari angka tersebut, prosentase Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) memiliki proporsi 2,1%. Artinya mahasiswa yang bersekolah di PTAI baru berjumlah 566.000 orang. Untuk itu, PTAI tidak perlu membatasi pendaftaran mahasiswa. PTAI seharusnya justru meningkatkan pelayanan terhadap mahasiswa serta meningkatkan kualitas pembelajaran baik dosen maupun sarana dan pra sarana. Hal ini penting dilakukan, karena sebenarnya peluang kerja bagi sarjana Agama Islam masih terbuka lebar.

Hal ini disampaikan oleh Prof. Dr. H. Dede Rosada, M.A, Direktur Diktis Kementrian Agama Republik Indonesia, saat menjadi pembicara dalam acara “Diseminasi Pengembangan Prodi Studi Islam di Perguruan Tinggi Agama Islam”. Acara ini diselenggarakan oleh Fakultas Agama Islam UMY, Sabtu (17/12) bertempat di Kampus Terpadu UMY.

Menurut Dede, peningkatan kualitas dosen bisa dilakukan dengan beberapa cara. Antara lain melalui penguatan kualitas pendidikan, loyalitas, dan akuntabilitas dosen. “Dosen tidak perlu pintar, tapi harus bisa memintarkan mahasiswa. Selain itu dosen pun harus rajin menulis baik jurnal maupun buku. Dengan membuat sendiri jurnalnya, dosen akan sangat menguasai dengan baik materi kuliahnya dan siap ditanyai kapan saja oleh mahasiswa. Hal ini akan membawa kepuasan tersendiri untuk mahasiswa,”ungkapnya.

Lebih lanjut Dede menambahkan, dosen dituntut untuk loyal dan sering berada di kampus. Menurut penelitiannya, tidak ada kaitannya brosur dan iklan dengan ketertarikan mahasiswa mendaftarkan diri di sebuah kampus. Mereka lebih banyak mendaftar karena ada rekomendasi dari mahasiswa sebelumnya. “Keberadaan dosen di kampus menjadi hal yang penting. Karena dengan siap ditemui di kampus setiap saat, mahasiswa akan merasa diperhatikan. Hal ini juga menyangkut loyalitas dan akuntabilitas dosen. Hal ini harus disadari oleh para dosen, selama dosen masih suka nyambi, tentu akan berbeda efeknya. Sebaiknya dosen fokus untuk meningkatkan kualitasnya sebagai pengajar. Bisa dengan menulis jurnal, sehingga dosen benar-benar menekuni profesinya dan terus produktif,” tambahnya.

Hindari Jajan Sembarangan, Ibu Harus Siapkan Bekal Sehat & Menarik  

Posted by: Intan Lingga in

Kebiasaan makan makanan yang sehat, harus dimulai sedari kecil. Hal ini penting dilakukan agar anak tidak terbiasa jajan di luar rumah. Selain tidak higienis, jajanan anak yang dijual di jalanan biasanya mengandung pewarna, pengawet, pemanis, dan lain sebagainya yang berdampak buruk dalam jangka panjang. Dalam waktu dekat, jajanan tidak sehat bisa menimbulkan diare. Untuk waktu yang lebih lama, makanan tidak sehat bisa menjadi racun di dalam tubuh yang berpotensi memicu kanker. Karena itu, penting bagi para Ibu untuk bisa menyediakan bekal sehat untuk anak saat bersekolah. Agar anak tertarik, bekal dapat dibuat semenarik mungkin.

Hal ini dituturkan oleh Paramitha Fajarin Nova, mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta seusai acara Sosialisasi “Bekal Sehat Ibu Kreatif, Anak Pun Cerdas”, Kamis (15/12) pagi bertempat di SD Ngrukeman, Kasihan, Bantul, Yogyakarta.
Dalam acara ini, Paramitha, beserta teman-temannya yang menamakan diri “Be Healthy”, bekerja sama dengan Kukuh Diki Prasetya, Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan UMY. “Kukuh memberikan penyuluhan kepada wali murid kelas 1 SD Ngrukeman tentang pentingnya mengkonsumsi makanan sehat. Para Ibu diberi pengetahuan tentang bahayanya jajan sembarangan, karena penyakit yang timbul memang tidak bisa langsung dirasakan. Namun racun dari makanan yang tidak sehat akan tertimbun dan menjadi ancaman kesehatan di kemudian hari, “ ujarnya.

Paramitha menambahkan, dalam acara ini juga dihadirkan koki untuk mempraktekkan bagaimana mengemas makanan yang sederhana menjadi unik, sehingga menarik bagi anak-anak. “Koki yang dihadirkan membuat nasi goreng sederhana yang dihias dengan berbagai sayuran, yang dibentuk menyerupai tokoh kartun seperti Doraemon dan Spongebob. Anak-anak SD yang ada di ruangan pun terlihat antusias dengan menu yang dihadirkan. Dengan ini, diharapkan anak-anak tidak lagi tergiru dengan jajanan yang tidak sehat,” tambahnya.

Sementara Kepala Sekolah SD Ngrukeman, Ibu Mugirah, S.Pd, mengaku senang dengan kegiatan ini. “Dengan acara ini, semoga para orang tua (Ibu) mendapatkan informasi tentang pentingnya makanan sehat dan mulai tertarik untuk mencoba tips-tips membuat makanan menjadi menarik. Karena kita tahu, kesehatan adalah hal yang sangat penting,” ujarnya. 


RELEASE : OKEZONE

Dokumentasi acara =)



 Jadi.. ini dia Adik-Adik SD Rukeman yg lag nyantap hasil masakannya =)




 Ini hasil Masakannya, lucu kaaaaaaaannn ;)



 Ini Kepala Sekolah SD Ngrukeman/Rukeman, Ibu Mugirah, S.Pd


 Proses Masak-Memasak ;)



Horeeee =)

Selamat buat Panitianya yaaaaa... Noni dan teman-teman, Ilmu Komunikasi UMY 2008. Trims juga buat kesempatannya nge-MC ;D

Kaum Difabel dan HAM (Jawa Pos, Selasa, 13 Desember 2012  

Posted by: Intan Lingga in

Sebagai perempuan yang bisa mengecap pendidikan tinggi dan hidup secara normal, hati saya tergerak untuk menulis tentang Tari (19), gadis cacat mental asal Ngawen, Klaten, yang beberapa waktu lalu diberitakan oleh sebuah koran lokal Yogyakarta. Gadis yang tidak bisa mendengar, berbicara, dan berjalan ini sedang mengandung bayi berumur empat bulan di perutnya. Mirisnya, yang dikandungnya adalah hasil perbuatan asusila tetangganya sendiri. Dengan keadaannya yang penuh ketidakmampuan, entah bagaimana gadis ini mengatasi gejolak dalam dirinya. Hal ini menjadi sebuah ironi, mengingat beberapa hari lalu, seluruh dunia memperingati hari Difabel, hari untuk para penyandang cacat.

Memang, sejak tahun 1992, tanggal 3 Desember diperingati sebagai Hari Difabel. Bisa kita simak di media massa, bagaimana banyak pihak berbondong-bondong menggelar acara bagi para penyandang cacat ini. World Health Organization (WHO) mencatat, jumlah penyandang cacat di Indonesia pada tahun 2011 mencapai 15%. Itu artinya, ada sebanyak 51 juta jiwa penyandang cacat di Indonesia sekarang ini. Penyandang cacat ini memiliki kekurangan dengan bentuk yang beraneka ragam.
Melihat euforia peringatan hari difabel beberapa hari yang lalu, tentu kita turut merasa senang, bahwa masih ada pihak-pihak yang peduli pada penyandang cacat ini. Berbagai kegiatan digelar, dari mulai pameran karya anak-anak difabel, sampai perhatian pemerintah dalam memperjuangkan aspirasi kelompok difabel demi kesetaraan hak-hak sosial ekonominya, seperti diberitakan Jawa Pos Minggu, 4 Desember 2011.

Tapi rupanya hal itu memang terasa sangat jauh bagi seorang Tari. Secara fisik, tari sudah tidak bisa menikmati kehidupan normal seperti layaknya saya dan teman-teman. Pun, dalam hal pendidikan, fasilitas umum, bagi difabel masih menjadi kontroversi, karena diskriminasi pada kelompok ini masih ada di mana-mana. Lebih dari segala ketidakbisaan Tari menikmati hal tersebut, ternyata Tari harus menjadi Ibu bagi anak yang mungkin sama sekali tidak diinginkannya. Untuk mengadu pada Ibunya pun, Tari tidak mampu.
Sebenarnya, Indonesia telah memiliki hukum demi melindungi para difabel. Seperti yang tertera pada UU No 4 Tahun 1997 dan pasal 41 (2) dan 42 UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM, kelompok penyandang cacat diharuskan memperoleh pelayanan khusus. Pelayanan khusus, mungkin salah satunya memang pemerataan fasilitas umum, pendidikan, dll. Namun dari kisah Tari, kita bisa menangkap bahwa fasilitas khusus bisa jadi adalah sesuatu yang sangat sederhana, yakni jaminan atas sebuah harapan masa depan. 

Tari mungkin bukanlah anak orang kaya dengan ekonomi yang lebih sehingga dia bisa mencicipi berlatih main piano, dia juga tidak bisa merasakan bagaimana dia dilatih untuk menjadi penyandang cacat yang bisa berkarya. Mungkin, semua itu memang bukan untuk difabel dengan banyak keterbatasan, termasuk keterbatasan ekonomi seperti Tari. Walaupun seharusnya, Tari, dan Tari-Tari yang lain bisa merasa aman dengan hadirnya UU di atas tadi.
Memihakkah Hak Asasi Manusia? Seharusnya tidak. Seharusnya “HAM” bagi difabel bukan hanya untuk kalangan “difabel yang mapan ekonomi” saja. Tapi lebih jauh dari itu, justru difabel dengan keterbatasan ekonomi seperti Tari. Yang tidak bisa mengisi waktu luangnya dengan kegiatan yang bisa membuatnya menuai prestasi, yang tidak bisa mendapatkan perhatian khusus dari orang tua karena orang tuanya disibukkan dengan pekerjaan atas dasar kebutuhan ekonomi, yang tidak bisa mendapatkan perlindungan ‘khusus’ dari para pemuda asusila yang memanfaatkan tubuhnya demi nafsu yang amoral. Jadi, seperti apakah bentuk HAM bagi difabel? Apakah hanya HAM dalam pendidikan saja? Lalu bagaimana dengan difabel yang bahkan tidak menikmati pendidikan sama sekali?
Saya jadi ingin bertanya, apakah kalau yang difabel itu anak pejabat dengan penghasilan dan reputasi tinggi diperkosa pemerintah akan diam saja? Mungkin tidak. Tapi bisa jadi, dengan uang lebih para pejabat yang memiliki anak difabel memang akan menyiapkan uang lebih banyak untuk menyibukkan anaknya. Seharusnya, hal ini lebih menjadi perhatian pemerintah. Seharusnya HAM untuk difabel pun tidak memihak. Apalagi memihak pada yang kaya. Hakikat berbangsa dan berbegara adalah demi kehidupan yang lebih baik bagi rakyatnya. 51 juta penyandang cacat/difabel di Indonesia juga adalah rakyat Indonesia. Hal-hal kecil yang sederhana sebenarnya bisa dilakukan. Seandainya, tiap kelompok Ibu PKK, atau kelompok RT dan RW bisa meluangkan sedikit waktunya untuk turut memberdayakan kaum difabel, juga memberi pengertian pada lingkungan sekitar bahwa difabel adalah juga manusia yang berhak atas Hak Asasinya, untuk hidup, dan untuk memiliki masa depan yang lebih baik. 

Tanggal 10 Desember merupakan Hari yang kita peringati sebagai Hari HAM. Seharusnya euforia tidak hanya meriah di permukaannya saja, tapi perlu sebuah langkah nyata walaupun sederhana. Dengan hampir 340 juta penduduk Indonesia yang mendapatkan pengarahan dan merasa saling memiliki satu sama lain, HAM terasa lebih menjanjikan. Dan sebenarnya, dengan melihat jati diri bangsa Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika, seharusnya kultur semacam itu bisa dibangun kembali. 

RADAR JOGJA, Selasa (13 Desember 2011)
RUANG PUBLIK
"Menggugat Hak Difabel"


Tiga Kali Terakreditasi, Tunjukkan Konsistensi Kualitas Jurnal Media Hukum UMY  

Posted by: Intan Lingga in



     Komitmen untuk menjaga konsistensi dalam meningkatkan kualitas menjadi kunci terakreditasinya Jurnal Media Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (JMH UMY). Tekad bulat dewan editor JMH  selama 11 tahun terakhir, akhirnya mampu menempatkan JMH menjadi satu dari sepuluh jurnal terakreditasi yang ada di Indonesia dari 259 Fakultas Hukum yang ada di Indonesia. Hal ini merupakan hasil kerja keras dewan editor JMH UMY yang selama bertahun-tahun terus mengumpulkan naskah-naskah dari Perguruan Tinggi di seluruh Indonesia.

     Hal ini disampaikan oleh Nanik Prasetyoningsih, S.H., M.H., Wakil Ketua Dewan Editor Jurnal Media Hukum Fakultas Hukum (JMH FH) UMY saat ditemui di Kampus Terpadu UMY, Kamis (8/12).

     JMH resmi terakreditasi untuk kali ketiga dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor: 81/DIKTI/Kep/2011, Tanggal 15 November 2011. Menurut Nanik, JMH UMY menjadi satu-satunya Jurnal Hukum di Yogyakarta yang berhasil lolos tiga kali berturut-turut pada Pengajuan Akreditasi Berkala (PAB) Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Dikti) yang setiap periode terus meningkat standarnya.

    Nanik menjelaskan “Ada beberapa keunggulan dari JMH. Komposisi dan asal tulisan dalam JMH sangat dijaga. Kami menargetkan komposisi tulisan berasal dari Indonesia Barat, Tengah, dan Timur, dengan persentase sekitar 30% untuk masing-masing daerah. Selain itu, kontribusi penulis luar dan dalam negeri memiliki perbandingan 80% banding 20%. Semakin banyak penulis dari luar negeri, jurnal akan semakin kredibel. Selain itu, desain cover pun konsisten dibuat seperti majalah populer” ungkapnya.

    Masih menurut Nanik, konsistensi juga ditekankan pada isi naskah. “Naskah dalam JMH lebih banyak hasil penelitian. Dari sekitar 50 naskah yang masuk, kami mengedit dan menyeleksi 12 naskah setiap terbit. Dengan antusiasme para penulis luar untuk dimuat di JMH, maka para penulis tersebut harus benar-benar layak dan sesuai standar, agar bisa dimuat. JMH pun selalu konsisten untuk memuat artikel dalam bahasa asing,” tambahnya.
Sementara Iwan Satriawan, S.H., M.Cl., M.Hum, anggota dewan editor JMH mengatakan, beberapa nama besar telah dilahirkan oleh JMH. “Saat ini, salah satu syarat untuk menjadi profesor adalah dengan menulis di jurnal yang terakreditasi. Nama-nama besar seperti Wakil Menteri Hukum dan HAM RI, Denny Indrayana,SH, LLM,PhD pun pernah mengisi JMH,” tuturnya. 
 REPUBLIKA

SUARA MERDEKA

BERNAS JOGJA

KEDAULATAN RAKYAT



Menuju Pelayanan Prima, UMY Gandeng Tiga Bank  

Posted by: Intan Lingga in



Demi meningkatkan pelayanan pada semua pihak, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta mengadakan kerjasama dengan tiga Bank besar. Ketiga Bank tersebut adalah BPD DIY, BTN, dan BRI Syariah. Kerjasama yang dilakukan adalah dalam bentuk Program Perumahan Pegawai bersama BRI Syariah, Implementasi SPP Online bersama BPD DIY dan BTN. Hal ini dilakukan UMY demi memberikan pelayanan prima bagi seluruh civitas akademika UMY.

Hal ini disampaikan oleh Rektor UMY, Ir. H. M. Dasron Hamid, M.Sc, saat memberikan sambutan di acara “Launching Program Perumahan Pegawai, Implementasi SPP Online, Revitalisasi Program Kampus Bersih dan Bebas Asap Rokok Universitas Muhammadiyah Yogyakarta” Rabu (7/12) bertempat di Kampus Terpadu UMY.

Dasron menyampaikan, kesemua program ini dilaksanakan demi mewujudkan UMY yang unggul dalam iptek dan seni dengan menjunjung nilai Islam demi kebaikan seluruh umat. UMY yang bebas asap rokok merupakan upaya UMY untuk menjadi Green Kampus atau Kampus Hijau. “Saat ini, akan ada larangan tidak hanya di dalam kampus, tetapi di seluruh kawasan kampus. Akan mulai ada larangan bagi pedagang kantin yang menjual rokok. Hal ini mungkin akan menjadi hal yang menimbulkan protes dari para pedagang pada awalnya, namun tetap harus dilakukan demi kebaikan masa depan generasi bangsa, khususnya mahasiswa UMY,” jelasnya.

Dasron juga menambahkan, diberlakukannya pembayaran SPP online adalah juga demi memudahkan mahasiswa dalam melakukan pembayaran atau registrasi jarak jauh. “Kebanyakan mahasiswa UMY berasal dari luar daerah, yang jaraknya cukup jauh. Dengan pembayaran online yang bisa dilakukan kapan saja, mahasiswa tidak harus ke kampus di sela-sela liburan. Hal itu dirasakan cukup merepotkan, apalagi bagi mahasiswa luar Jawa,” tambahnya.

Sementara wakil rektor II UMY, Dr. Suryo Pratolo, M.Si., Akt., menjelaskan bahwa program perumahan pegawai merupakan upaya UMY untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai. “Dengan memberikan kredit rumah bersama BRI Syariah, diharapkan akan memberikan kenyamanan yang lebih bagi para pegawai di lingkungan UMY. Hal ini merupakan sebuah program dari UMY demi kesejahteraan pegawainya.

Dalam acara ini juga dilaksanakan MoU antara UMY dengan ketiga Bank tersebut. Acara ini dihadiri oleh para tim dari masing-masing Bank, yakni Dirut BPD DIY, Dr. Supriyatno, MBA, Kepala Cabang BTN Yogyakarta, Mamat Setiawan, dan Kepala Cabang Pembantu BRI Syariah Rachmi Ekawati, amsing-masing beserta jajarannya. 

BERNAS JOGJA



KEDAULATAN RAKYAT

“Berdakwah” Melalui Opini  

Posted by: Intan Lingga in



       Mahasiswa Fakultas Agama Islam (FAI) sebenarnya memiliki modal untuk menanggapi kasus dari sudut pandang Islam. Dengan pemahaman Islam yang didapatkan di kampus, mereka dapat mengkritisi berbagai masalah yang terjadi saat ini. Melalui tulisan yang menarik, mereka sebenarnya juga sedang berdakwah melalui tulisan tersebut.

       Hal ini disampaikan oleh Irwan Widiarto, Redaktur Opini Jawa Pos, saat mengisi acara “Pelatihan Menulis Artikel” di Kampus Terpadu UMY, Selasa 6/12 pagi.

       Dalam acara yang diselenggarakan oleh Fakultas Agama Islam UMY ini, Irwan memberikan berbagai tips kepada mahasiswa agar tulisan opini mahasiswa bisa dimuat di media. “Bekal utama menulis adalah membaca. Kalau ingin menjadi penulis yang hebat, jadilah pembaca yang hebat terlebih dahulu. Lalu ide yang muncul dari banyak membaca bisa dikaitkan dengan topik-topik hangat yang sedang dimuat oleh media. Karena itu, perlu sekali bagi para penulis opini untuk terus mengamati jenis-jenis topik yang dimuat oleh media,” tuturnya.

       Irwan melanjutkan, untuk menulis opini, mahasiswa bisa memulainya dengan berdiskusi. “Tentukan saja tema untuk diskusi, lalu cobalah untuk saling menanggapi satu sama lain. Obrolan yang terlontar bisa kita tulis menjadi sebuah opini. Tapi tentu saja, opini yang baik harus memiliki dasar. Karena itu, cobalah berpedoman pada buku,” ungkapnya.

       Masih menurut Irwan, semua teori tentang menulis tidak akan bisa maksimal bila tidak dibarengi dengan latihan yang giat. “Menulis perlu latihan, karena itu seringlah menulis. Harus pantang menyerah, kalau tulisan belum dimuat, segera perbaiki dan kirimkan lagi. Selain itu, cobalah untuk mengamati ‘tajuk rencana’ dari masing-masing media. Biasanya, kolom itu berisi topik-topik hangat yang sedang dibahas baik di tingkat lokal, nasional, maupun internasional,” tandasnya. 

About This Blog  

Posted by: Intan Lingga in

Kalau ditanya dan kalau harus menjawab, saya menulis adalah karena merasa hidup saya ini akan sangat singkat. Dan saya tidak ingin apa yang saya dapatkan selagi hidup, hanya akan menghilang seiring terkuburnya jasad ini di dalam tanah. Karena saya sadar, walau saya mati nanti, ilmu saya bisa terus digunakan oleh orang lain.

Disinilah saya mencoba menuangkannya, walau selalu saja diri ini tidak kuasa menuliskan semuanya. Allah jauh sangat Maha Kuasa. Tulisan ini mungkin hanya saya tulis dua hari sekali, atau satu minggu sekali, betapapun saya sangat ingin menuliskannya setiap hari, semua kisah saya untuk pembelajaran bagi yang lain.. dan mungkin diambil sedikit manfaat, tapi jangan ditiru keburukannya :D

Saya tidak cukup punya uang untuk membuat kisah saya menjadi Buku, apalagi Buku juga harus dibeli. Saya memanfaatkan sarana gratis (blog) ini dan siapapun bisa membaca dengan gratis pula. Apapun penilaian anda terhadap saya, melalui blog ini, yakinlah blog ini cuma secuil. Saya jauh lebih cerewet, berisik, menyebalkan, dan mungkin suka mengumbar, jauh lebih gawat dari blog ini. Hehehe...

Walhasil, selamat menikmati ya Kawan-Kawan.. semoga bermanfaat.


Kopi adalah minuman kegemaran saya. Kapanpun, dimanapun, harus ada kopi ;) Walaupun saya sadar, maag saya terancam dengan kopi. Tapi kata google, kopi mencegah kanker payudara. Wkwkwk...
Mari ngopi dan berimajinasi. Bisa dituangkan jadi tulisan, jadi lukisan, jadi lagu, jadi film, jadi foto, atau jadi event. Itu tergantung bakat dan ilmu yang anda dapatkan di dunia ini. Manfaatkan saja semuanya ^_^



Disini, saya mencoba bercerita tentang perjalanan Kisah Cinta saya dengan si dia, dengan maksud, suatu saat dia membuka dan mengecup-ngecup saya sambil bilang “Sayaaaaang... aku ga tau kamu secinta itu sama aku”. Hueeeekkksss,! =D
Tentu saja bukan. ;) hihihi..
Kisah cinta saya, menurut saya adalah juga perjuangan dalam hidup saya. Menjaga kesetiaan di tengah banyak godaan. Menjaga kesabaran di tengah banyak caci maki. Melihat kelebihan si dia ditengah-tengah sifat menyebalkannya. Dan lebih dari itu, mungkin perjuangan kami mewujudkan masa depan kami ;)
Tidak bermaksud memamerkan, walaupun iya, hahaha... Tapi di sini saya mencoba belajar mencintai, memahami karakter. Bukan meleburkan menjadi satu, tapi bagaimana caranya dua kepala bisa seiring sejalan. Sampai akhir hayat ;)



Saya merasa beruntung ada di Kampus ini, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta berhati Nyaman. Di sini saya bertemu banyak Guru. Baik Guru yang berbentuk dosen, teman sejawat, bahkan musuh sekalipun. Di tengah-tengah hasrat buat bikin event, pacaran, bolak-balik pulang, dan kadang-kadang pusing mikirin uang saku karena nafsu belanja yang menggebu, saya mencoba semaksimal mungkin menyerap ilmu di dalam kelas. Rajin bertanya dan duduk di depan, adalah jurus maut saya untuk eksis di dunia ilmu pengetahuan. Dan Taraaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa.... silahkan baca hasil tulisan, makalah, dan tugas-tugas saya selama kuliah. Semoga membantu.
Tapi jangan copas ya, bukan karena saya pelit. Tapi saya kasihan pada mahasiswa yang sengaja mengkerdilkan otak dan mentalnya karena sengaja menco-pas. (Copy Paste=Males Mikir=Pembodohan). ;D



Apa yang bisa menjadi tanpa batas? Salah satunya mungkin KEBODOHAN. Itu sebabnya Spongebob Squarepants terus saja menambah episode baru. (Apa hubungannya? Pikir sendiri, hihi). 

Saya suka menuliskan pemikiran saya sehari-hari. Kadang-kadang karena lihat sesuatu,  dan pada saat itu juga biasanya saya merasa bodoh. ;)
Tapi apapun itu, ini adalah blog saya, jadi saya boleh upload ya? Dan silahkan baca kalau suka, dan tinggalkan saja kalau merasa tulisan saya mengkontaminasi pikiran Kawan-Kawan semua. Hehehehehe :D



Ya, ini nama komunitas tempat saya mencari ilmu di dunia per-event-nan. Hehehe. Bersama ke sembilan teman saya (pada awalnya), kami belajar bikin event, dari event kampus, bakti sosial, sampai event musik yang bikin kebat-kebit. Yaaa... proposal, deadline, ditolak sponsor, koordinasi, berantem, underpressure, sampai siap-siap gadein barang karena takut nombok, sudah pernah dilalui. Sekarang, orangnya tambah banyaaak! Dan semoga ide dan eventnya juga bakal makin bervariasi ;) Cekidoooot!



Di sini saya mencoba menuliskan tips-tips yang mungkin bisa dipakai untuk menggelar event. Walau terbilang amatiran, tapi biarlah. Saya tetap akan menuliskannya, sekalian menilai bagaimana perkembangan yang saya alami sendiri. Tidak banyak berkata-kata, semoga membantu ya Kawaaan ;D



Ini Cuma kisah keseharian saya ;) Nothing’s special, hihihi ^^,



Saya mencoba sering-sering kirim tulisan ke media (walaupun kenyataannya belum sering, baru nyoba, hihihi). 



Ini organisasi saya bareng teman-teman yang belajar di dunia Public Relations di Yogyakarta. Disini kami diskusi bareng praktisi PR, bikin event tentang PR, dan mencoba jadi orang sukses di dunia PR.
Dunia PR bagaikan halaman tanpa pagar. PR itu menghandle semua hal, konflik, komplain, pemberitaan media, dll.. Kata Dosen saya, PR adalah orang yang paling pertama di komplain kalau image memburuk dan orang paling terakhir diberi selamat kalau image membaik. Nah loooo...;) Jadi bukan sekedar profesi kan..kami belajar bagaimana memiliki kepribadian yang baik, belajar sabar,  belajar selalu tersenyum walau di caci maki.. T.T. Let’s see ;)



Ini Cuma iseng aja.. memupuk cita-cita punya wedding planner dan wedding organizer sendiri. Biar bisa bikin event kawinan sering-sering sesuai imajinasi. Hahahaha ;D



Di Biro Humas UMY, saya jadi reporter. Bikin berita dan rilis, itu tugas sehari-hari. Selain juga kenalan sama wartawan, dan kegiatan lain di sana. Disini satu pintu kesempatan terbuka. Kesempatan karena saya diharuskan menulis setiap hari, belajar istilah-istilah dan isu HOT tiap hari, katanya sih..jadi lebih pintar. Tapi yang jelas saya rasakan adalah dinamika kerja yang benar-benar menuntut saya untuk siap menulis setiap saat. Lagi GOOD MOOD atau BAD MOOD. Saya juga harus belajar terus, senyum terus, dan belajar melawan kemalasan saya sendiri. Yaaa, saya mahasiswa semester 7 yang lagi galau skripsi sambil magang kerja ;)
Jadi, mau tidak mau saya pun mengelola waktu seeeeeeenjlimet mungkin. Bangun subuh, bikin klipping buat data skripsi (yang korannya diambil dari koran bekas di Kantor), kerja pagi sampai sore, rapat organisasi sore hari, masih kadang-kadang main, dan ngurusin pacar saya tercinta. GOD BLESSING ME =)
Jadiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii,,, welcome to my JUNGLE ;)

Tren Aids Bergeser Ke Ibu Rumah Tangga  

Posted by: Intan Lingga in

     Tren persebaran Human Immunodeficiency Virus (HIV) Aids saat ini bergeser kepada ibu-ibu rumah tangga. Per Juni 2011, sebanyak 216 kasus HIV Aids yang ditemukan di Kota Kendal, 18%-nya adalah ibu rumah tangga. Hal ini tentu saja memprihatinkan, mengingat selama ini masyarakat secara umum menganggap bahwa yang beresiko tinggi terkena aids adalah kelompok “high risk” seperti supir, tunasusila, pengguna narkoba jenis suntik, dan sebagainya. 
     Hal ini disampaikan oleh Tri Hastuti Nur R, M.Si, aktivis gender sekaligus dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Kamis (1/12) dalam diskusi terbatas terkait Hari Aids, yang juga diperingati pada 1 Desember kemarin.
Tri menjelaskan, penelitiannya memunculkan angka yang cukup banyak terkait aids pada ibu rumah tangga. “Di Kota Solo, setiap bulan bisa ditemukan 10-30 kasus aids pada ibu rumah tangga. Mau tidak mau, seorang istri memiliki hubungan yang langsung dengan suami. Bila suaminya masuk dalam kelompok “high risk” atau beresiko tinggi terkena aids, sebenarnya istri pun juga memiliki resiko itu,” terangnya. 
Menurutnya, meningkatnya jumlah ibu rumah tangga yang terjangkit aids, dipengaruhi oleh kultur yang ada. “Para wanita, khususnya kali ini adalah ibu rumah tangga, seringkali tidak berani bicara. Dalam kultur Indonesia, wanita adalah yang diharuskan untuk melayani, menurut, mereka cenderung tidak berani untuk meminta suaminya menggunakan kondom saat berhubungan badan,” ungkapnya. 
     Lebih lanjut, Tri mengatakan bahwa di kalangan ibu rumah tangga, harus dibangun kesadaran untuk membentuk hubungan yang lebih setara dengan suami. “Seorang wanita harus sadar bahwa bila dirinya terkena, maka resiko anak terkena aids juga akan muncul, pada istri yang sedang hamil misalnya. Jadi, seorang wanita harus berani untuk meminta para suami menggunakan alat pengaman seperti kondom,” jelasnya. 

Kedaulatan Rakyat


Suara Merdeka