Dialog EGO  

Posted by: Intan Lingga in

Tangisku pecah.

Hanya karena wanita yang setipe dengan penghancur keluargaku.

Apakah aku memang selemah ini?

Tangis ini bukan karena siapa-siapa, mungkin.

Cuma sekelumit dendam yang mungkin masih berusaha menggerogoti.

Tapi ku tahan,

dan aku lelah.

Hanya saja... kenapa sosok seperti itu harus datang melalui seorang yang aku andalkan?

Tak cukupkah hidup ini membuatku terasingkan?

Sampai-sampai rasa tenangku memilikinya pun harus pergi juga.

Lalu aku harus percaya pada siapa?

Mungkinkan percaya bisa ikut datang saat kupanggil maaf?

Tapi maaf itu sepertinya terlalu merasa terbuang,

karena aku sangat sering memberikannya.

Tuhan,, jawablah ini,

Kau ingin aku menjadi apa? menjadi bagaimana?

mnjadi pendendam sejati atau pemaaf yang arif..?

Aku mencoba percaya, orang baik mendapat yang baik.

Tapi kenapa aku mencoba baik dan terus saja aku merasa sakit?

Dunia tidak peduli!!

Untuk apa mereka peduli..

Mereka berpikir uang, dan membuang yang perlu dibuang.

Aku pernah berkenalan dengan ketulusan,

tapi sepertinya sekarang dia sedang sibuk.

Hanya rasa dendam yang selalu ada di sampingku sekarang.

Dendam yang merasa aku panggil dengan adanya sosok perempuan itu.

Tapi aku merasa dendam ini tidaklah tulus.

Mungkin setelah seluruh tubuhku menghitam,

dia akan mencari tubuh lain yang masih putih.

Lalu aku ditinggalkan dalam keadaan hitam.

Aku takut.

Tapi sepertinya rasa takut tak mau menolongku.

Entahlah, sepertinya dia punya misi sendiri.

Lalu bagaimana ini Tuhan?

Kata mereka, jangan cuma panggil Tuhan saat sedih.

Tapi aku yakin Kau yang paling baik..

Tapi bagaimana cara kau memberitahuku?

Aku senang berteman dengan semua rasa,

tapi ini sekarang menjadi sulit.

Karena dendam terlalu pintar membujuk.



Yogyakarta, Anugerah. 29 Mei 2011
__Intanian__

Saat 'SERIBU' Harus Ku Kejar! ;)  

Posted by: Intan Lingga in


 Jualan TRIBUN ??AMAZING MOMENT ;)

Seumur-umur, ga' pernah rasanya kepikiran bakal jadi Loper Koran di Jogja. Kesempatan ini ternyata kesempatan emas ;)
Bayangin aja, aku yang biasanya bangun mepet-mepet sebelum kuliah dimulai, tiba-tiba harus bangun jam 3 pagi. Hmm, bangun, mandi, ke kantor TRIBUN Jogja, natain koran, dan stay di 0 km Malioboro sekitar jam 5 pagi. Wow kan??? ^____^

______________________________________________
 "Tribuuuunn... Tribuuun..., seribu, seribu.... Berebut Kasus Dana Gempa di Tribun Jogja...seribu,seribu...."
Begitu yang terjadi di hari pertama kami berjualan. Oya, kami satu tim! 15 orang, tapi emang ga' semuanya terjun tiap hari.. yah, kira-kira 10 oranglah ;D

Mukaku kupasang se-ceria mungkin untuk berjualan. Ya,,maksudnya biar fresh! Dan ternyata berjualan dengan hati riang itu, bikin laris. \(^o^)/

"Aku sedang BerLAGA, dan Jalan Raya adalah PANGGUNGnya."

Bayangkan, itu latihan mental paling Te O Pe selama sebulan, Gratis, dibayar malah.. he,he,he,. Orang yang lewat bermacam-macam air mukanya. Ada yang memandangku sebelah mata yang sepertinya kalo matanya bisa bicara bakal bunyi 'siapa sih looo??'
Ada yang dengan sengaja beli dan bertanya, apa aku ini mahasiswa, 'apa ga malu mbak? ah yang penting halal ya...', yang bikin aku terharu dan lemas ;)

Aku tanpa sadar akhirnya melakukan sedikit etnografi khalayak sebetulnya, dan yang pasti aku jadi punya banyak teman, kenalan, dan langganan. Yang ke semuanya adalah tukang becak, ibu penjual rames + jajanan pagi, dan tukang-tukang apa saja yang biasa lewat.

WOW!! Tak tahu kenapa Tuhan memberikan kesempatan ini padaku.. Rasa takut, malu, minder, kesal, lelah, senang, kagum, bangga, bercampur jadi satu di atas kaki yang harus berlari ksana-kemari mengejar pembeli tepat selama 57detik lampu merah.

Aku merasakan rasanya berlari mengejar uang SERIBU yang diselonjorkan tangan kondektur Bus Pariwisata.
Atau lari menyeberang jalan saat ada yang membunyikan klakson pertanda 'mau beli'. 

Ternyata ujian bukan hanya ada pada diriku. Persahabatan kami pun diuji. Dengan rutinitas yang menjemukan selama sebulan, dengan tim yang berkubu-kubu, dengan sistem jualan yang carut marut, kami menemui konflik di beberapa hari terakhir.
Tapi akhirnya sekali lagi kami membuktikan bahwa itu 'memang proses' pendewasaan. Dan di sinilah kami sekarang, menjadi sahabat yang lebih saling mengerti satu sama lain. Mungkin ini cara Tuhan menjadikan moment sekarang menjadi berharga untuk diingat saat kami semua berpisah nanti, setelah lulus kuliah.

Masa 'penggojlogan' mental itu membuatku memang merasa lebih tangguh dan mantap. Aku menjadi tahu banyak hal, bahkan hal yang tak pernah kubayangkan sebelumnya. Bagaimana para tukang becak punya kehidupan lain, yaitu sebagai seorang 'ayah' buatku. Bagaimana seorang Ibu tua ternyata menjadi tumpuan perekonomian Ibu-Ibu di kompleknya, karena ia menjual jajanan warga yang dititipkan padanya, bagaimana ternyata tukang rongsok pun baca koran.

Sekarang, aku sering mengingat masa-masa itu. Aku merindukannya, merindukan suasana pagi di pinggiran Jalan 0 km, merindukan kecapekan karena berdiri dan berlari, merindukan berjalan mengantarkan koran pada langgananku.

Aku yakin pengalaman ini nantinya akan membuatku menjadi sesuatu.

Sampai jumpa di pengalaman selanjutnya ;)

Yogyakarta, Anugerah, 15 Mei 2011
BRAIN, BEAUTY, BEHAVIOUR, BLESSED, BALLANCE

__Intanian__