Pemilu Berkualitas Adalah Agenda Bersama  

Posted by: Intan Lingga in

Pemilihan umum (pemilu) 2014 harus menjadi agenda bersama, demi tercapainya pemilu yang berkualitas. Menciptakan pemilu yang berkualitas bukan hanya menjadi agenda KPU (Komisi Pemilihan Umum) saja, namun seharusnya juga menjadi agenda partai dan masyarakat sipil. Harus ada sinergi antara penyelenggara pemilu yang jurdil (jujur adil), partai politik yang berkualitas, serta pertautan publik yang kuat. Pencapaian pemilu 2014 yang berkualitas ini penting, karena melihat pemilu 2009 yang banyak memiliki catatan kurang memuaskan, bukan tidak mungkin, kegagalan pemilu di 2014 akan menimbulkan banyak dampak yang negatif di masyarakat. 

Hal tersebut disampaikan oleh Sigit Pamungkas, SIP, MA, (Anggota Komisi Pemilihan Umum 2012-2017) dalam Seminar Nasional bertajuk “Menyongsong Pemilu 2014 Yang Berkualitas” (Sosialisasi UU No 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD, di Ruang Seminar Gedung AR. Fachruddin B Lantai 5 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Selasa (22/5). Dalam acara yang diselenggarakan oleh Korps Mahasiswa Ilmu Pemerintahan (Komap) ini juga hadir Bambang Eka Cahya Widodo, SIP, Msi (Ketua Bawaslu 2010-2012) serta Dr. Inu Kencana Syafei (Rektor Universitas Pandanaran sekaligus Dosen Ilmu Pemerintahan UMY).

Menutur Sigit, dampak yang mungkin terjadi bila pemilu 2014 mendatang tidak berkualitas cukup mengkhawatirkan. “Bila pemilu nantinya tidak berkualitas, maka pemilu yang seharusnya meredakan konflik justru akan menjadi pemicu konflik. Pemilu yang berkualitas juga penting agar dapat menjadi legitimasi kemenangan aktor-aktor politik pemenang pemilu. Kalau sampai pemilu 2014 gagal lagi, maka rakyat akan semakin sentimentil terhadap demokrasi yang sedang terjadi di Indonesia, dan akhirnya berpotensi menurunkan partisipasi pemilih di pemilu,” ungkapnya. 

Untuk mengatasi hal tersebut, lanjut Sigit, harus ada indikator-indikator sebagai panduan agar pemilu berjalan secara berkualitas. “Antara lain dengan dilaksanakannya pemilu tersebut oleh penyelenggara yang profesional, independen, dan kredibel. Independen artinya penyelenggara mampu menjaga jarak yang sama dengan berbagai aktor politik, baik yang sedang berkuasa mau pun yang tidak. Selain itu, beberapa indikator yang lainny adalah hak pilih bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat, tingkat literasi (melek) politik masyarakat yang baik, partai dengan program yang kuat, kandidat dengan rekam jejak yang positif, peradilan pemilu yang cepat dan independen, konversi suara yang tepat, serta kompetisi yang fair,” terangnya.

Pembicara yang lain, Bambang Eka Cahya, menambahkan bahwa sebuah pemilihan umum selalu memiliki stakeholder yang harus bersinergi satu sama lain agar semua berjalan dengan baik. “Stakeholder pemilu yaitu peserta pemilu baik pasangan calon mau pun perseorangan, media massa dengan berbagai kepentingannya, masyarakat pemilih, serta pemerintah baik pusat mau pun daerah, yang ke semuanya harus bersinergi dan saling mendukung,” terangnya.


Yogyakarta, 22 Mei 2012

JKSG UMY Luncurkan “Herry Zudianto Fellowship Award”  

Posted by: Intan Lingga in


Jusuf Kalla School of Government Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (JKSG UMY) melakukan penandatanganan MoU (Memorandum of Understanding) dengan Herry Zudianto, mantan Walikota Yogyakarta. Kerja sama ini dilakukan UMY dalam rangka melakukan inovasi di dunia pendidikan yang semakin kompetitif dan penuh tantangan. Kerja sama ini bertujuan untuk semakin mengembangkan berbagai program yang telah dirintis JKSG, seperti penelitian maupun seminar dengan skala nasional dan internasional. Penandatanganan MoU ini juga menandai diluncurkannya “Herry Zudianto Fellowship Award”, di mana fellowship-nya disediakan oleh Herry Zudianto.

Demikian disampaikan oleh Dr. Achmad Nurmandi, M.Sc, Direktur JKSG UMY, saat acara penandatanganan MoU berlangsung, Senin (21/5) di Kampus Terpadu UMY.

Menurut Nurmandi, Herry Zudianto Fellowship Award adalah bentuk penghargaan kepada Herry Zudianto, yang telah berhasil memimpin kota Yogyakarta sebagai walikota selama dua periode (2001-2011). “Beliau telah membawa perubahan yang besar terhadap Kota Yogyakarta ke arah yang lebih baik. Beliau juga masih terus melayani masyarakat dengan menjadi ketua PMI Yogyakarta,” ujarnya.

Terkait fokus dari fellowship award tersebut, Nurmandi menambahkan, “Herry Zudianto Fellowship Award akan fokus pada pengembangan kajian manajemen publik, peningkatan lesson learned bagi pejabat publik dalam meningkatkan kapasitas kepemimpinan manajer publik, upaya memberantas korupsi, serta diseminasi informasi sebagai upaya peningkatan sumber daya manusia sektor publik,” jelasnya. Selain itu, lanjut Nurmandi, ada dua sub program yang akan dijalankan, yakni  Program Bantuan Pendidikan (Scholarship) dan Program Bantuan Riset (Research Fellowship). “Program Bantuan Pendidikan akan diberikan khusus bagi mahasiswa Magister Ilmu Pemerintahan UMY, sementara Program Bantuan Riset terbuka lebar bagi para peneliti/akademisi yang memiliki minat kajian pada Manajemen Publik dan isu-isu terkait governance. Tentu saja, akan ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, seperti IPK (Indeks Prestasi Kumulatif), TOEFL, dan yang lainnya dalam memperoleh Program Bantuan Pendidikan,” terang Direktur JKSG yang juga  Dekan Fisipol UMY ini.

Herry Zudianto sendiri yang juga datang dan menandatangani MoU , mengaku bangga dan senang dengan adanya kerja sama ini. “Suatu kehormatan bagi saya, karena sudah ‘dijawil’ untuk ikut berperan serta di sini. Semoga bisa memperluas peran agar dapat semakin bermanfaat bagi masyarakat,” ujar Herry yang saat ini aktif menjadi ketua PMI DIY.

Biro Humas dan Protokol UMY
21 Mei 2012

Tapak Suci UMY Raih Runner Up di UNAIR CUP  

Posted by: Intan Lingga in

UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) Tapak Suci Universitas Muhammadiyah Yogyakarta berhasil membawa pulang medali Runner Up (Juara II) di Kompetisi UNAIR CUP, Surabaya. Tim Tapak Suci yang diwakili oleh Akbar Abdul Ghafar (Ilmu Ekonomi 2010) dan Wisnu Sapto Nugroho (Pertanian 2009) ini mengikuti jenis pertandingan “Fight”, yakni bertarung dengan sistem gugur dalam Invitasi Pencak Silat Tapak Suci Se-Jawa dan Sumatera 2012. Wisnu Sapto Nugroho berhasil menjadi Runner Up setelah tiga kali bertanding m elawan UAD (2 kali) dan STAI Lukman Hakim.
Seperti disebutkan Wisnu Sapto Nugroho pada Rabu (16/5) saat ditemui di Kampus Terpadu UMY, dirinya dan tim Tapak Suci UMY berangkat ke Surabaya pada tanggal 4 Mei untuk mengikuti jalannya acara sampai dengan tanggal 13 Mei 2012. Selama kurang lebih 9 hari, tim Tapak Suci UMY mengikuti rangkaian pertandingan yang melibatkan sekitar 800 orang peserta, mulai SD (Sekolah Dasar) hingga mahasiswa. “Untuk pertandingan mahasiswa, diikuti oleh 22 Universitas Se-Indonesia. Kami mengikuti pertandingan “Fight”, bertarung di matras dengan sistem gugur. Jenis pertandingannya ada dua, “Fight” dan “Seni”. Kalau yang “Seni”, lebih menekankan pada rangkaian jurus yang digunakan,” ujar mahasiswa kelahiran Banjarnegara, 21 Juli 1991 ini.
Walau pun membanggakan, Wisnu sebenarnya menginginkan untuk menjadi Juara Pertama. Namun demikian, banyak hal dapat dijadikan pembelajaran baginya. “Dilihat dari jam terbang kami, khususnya saya, masih kurang. Persiapan mengikuti pertandingan pun masih sangat kurang. Sehingga setelah mengikuti lomba ini, saya dapat membagi pengalaman saya kepada teman-teman di UKM Tapak Suci UMY, untuk lebih rajin berlatih. Latihan rutin itu wajib, selain itu juga harus sering try out keluar untuk semakin meningkatkan kemampuan,” tegas mahasiswa yang menargetkan untuk lebih baik lagi di pertandingan selanjutnya ini. Rekan satu tim Wisnu, Akbar Abdul Ghafar, bertanding hingga perempat final, namun kemudian gugur di perempat final tersebut.


Yogyakarta, 16 Mei 2012

Bedah Buku "A Giant Pack of Lies: Menguak Kebohongan Industri Rokok"  

Posted by: Intan Lingga in

Banyak sekali kebohongan dilakukan oleh industri rokok. Beberapa diantaranya adalah ditutupinya dampak negatif pada kesehatan dengan dalih akan menghilangkan pekerjaan para petani tembakau, ditutupinya fakta bahwa rokok memiliki kaitan langsung pada pembentukan kanker di dalam tubuh, dan masih banyak lagi. Selain itu, rokok juga memiliki konsekuensi ekonomi. Perokok cenderung lebih mementingkan membeli rokok dibandingkan makanan sehat, pendidikan, dan kesehatan.
Bila di negara maju rokok sudah ditinggalkan karena merupakan pembunuh nomor satu, di Indonesia perokok muda justru jumlahnya semakin bertambah besar. Hal ini diperparah karena pemberantasan rokok lebih sulit dilakukan di Indonesia karena pemerintahnya korup dan lemah.
Oleh karena itu, MTCC dan FKIK UMY ingin berkontribusi aktif dalam perwujudan Indonesia yang lebih baik dengan menggelar Bedah Buku “A Giant Pack of Lies: Menguak Kebohongan Industri Rokok”, yang akan dilaksanakan pada Hari Sabtu, 12 Mei 2012, Pkl. 09:30 – 12:00 WIB, di Ruang Sidang Gedung AR Fachrudin B Lt. 5, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Dalam acara ini akan dihadirkan Mardiyah Chamim (Penulis Buku “A Giant Pack of Lies: Menguak Kebohongan Industri Rokok”) sebagai pembicara, serta H. Herry Zudianto, SE, Akt, MM (Walikota Yogyakarta 2001-2006 dan 2006-2011) dan Prof. Dr. H. Edy Suandi Hamid, M.Ec (Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia) sebagai pembahas.
Buku “A Giant Pack of Lies : Menguak Kebohongan Industri Rokok” menggali sisi keindustrian dan menguak propaganda menyesatkan yang dilancarkan industri rokok. Dari acara yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah Tobacco Control Center (MTCC) dan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY ini, diharapkan akan mampu menginformasikan kepada masyarakat luas dan membuka pemahaman dan kesadaran mengenai rokok. Untuk itu, acara ini perlu disebarluaskan sebagai kampanye besar untuk mewujudkan Indonesia yang lebih sadar dan mampu beraksi, sekaligus berdampak untuk menjadikan DIY sebagai Kawasan Tanpa Rokok.

Yogyakarta, 11 Mei 2012

Distribusi Guru di Indonesia Belum Merata  

Posted by: Intan Lingga in

Pendidikan di Indonesia masih mengalami keadaan yang problematik. Distribusi guru masih belum merata, di samping kualitasnya yang masih rendah. Sebanyak 21% sekolah di perkotaan, 37% sekolah di pedesaan, dan 66% sekolah di daerah terpencil masih kekurangan guru. Padahal, jumlah guru tersedia banyak di Indonesia.
Hal tersebut disampaikan oleh Anies Baswedan, Ph.D., penggagas Indonesia Mengajar sekaligus Rektor Universitas Paramadina, saat mengisi Roadshow Indonesia Mengajar, Selasa (8/5) bertempat di Kampus Terpadu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Acara ini adalah acara yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UMY untuk memperingati Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei yang lalu.
Dalam kesempatan ini, Anies menjelaskan bahwa Indonesia Mengajar adalah upaya untuk melihat pendidikan sebagai gerakan, bukan hanya program. “Bila sebagai program, maka masyarakat hanya sebagai penerima program saja. Tetapi, apa kita akan membiarkan saja pemerintah menyelesaikan permasalahan pendidikan dengan hanya menontonnya? Kalau gerakan, maka itu adalah juga milik kita, kita ikut bergerak,” jelasnya.
Indonesia Mengajar, menurut Anies, adalah salah satu upaya melakukan sesuatu untuk bangsa Indonesia. Selain menginspirasi, para pengajar muda ditempa untuk belajar mandiri dan mengajarkan sesuatu yang baru, di tempat yang sebelumnya mungkin tidak pernah terpikirkan. “Mengajar di pelosok negeri ini, bukan sesuatu yang mudah. Perlu usaha untuk dapat bertahan dengan keterbatasan. Bukan hanya akan menjadi inspirasi, tetapi pengajar muda akan belajar melakukan lompatan jauh,” lanjutnya.
 
Yogyakarta, 8 Mei 2012

Pemilih Kritis, Kunci Meminimalkan Politik Uang  

Posted by: Intan Lingga in

Politik uang bagaikan kentut. Tidak jelas siapa yang mengeluarkan, tetapi baunya menyengat. Politik uang dapat kita rasakan, tetapi pelakunya sulit sekali ditangkap. Bahkan, yang tertangkap basah sedang membagi-bagikan uang pun tidak dihukum. Sebagian orang menganggap bahwa politik uang adalah hal yang biasa dilakukan dari mereka yang hendak menjabat sebagai kepala daerah atau anggota dewan. Padahal, praktik politik uang inilah yang menggagalkan suksesnya pemilukada/pemilu yang diharapkan menjadi mekanisme pergantian kekuasaan di daerah dengan cara yang demokratis, jujur, adil, dan transparan.

Dr. Zuly Qodir, Dosen Pasca Sarjana/Magister Ilmu Pemerintahan (MIP) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, mengatakan hal tersebut saat mengisi Workshop “Pengaruh Politik Uang Terhadap Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu”, Rabu (2/5) bertempat di Kampus Terpadu UMY. Dalam acara yang diselenggarakan oleh Fisipol UMY bekerja sama dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bantul ini, juga menghadirkan Zaenal Arifin Muchtar, SH.,LL.M (PUKAT UGM) dan Dr. Inu Kencana Syafei (Dosen Fisipol UMY) sebagai pembicara.

Menurut Zuly, saat ini praktik politik uang masih sangat tinggi di Indonesia. “Praktik politik uang mendominasi sepanjang pilkada 2011. Dari catatan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu), dari 1.718 laporan dugaan pelanggaran yang diterima selama pelaksanaan pilkada, sebanyak 367 laporan di antaranya masuk dalam kategori politik uang. Politik uang ini biasanya muncul dalam bermacam bentuk menjelang pilkada, seperti bujukan untuk menyoblos dengan imbalan rupiah, pemberian hadiah, dan diselenggarakannya berbagai turnamen menjelang pemilukada,” jelasnya.

Dilihat dari dampaknya, lanjut Zuly, yang paling membahayakan dari praktik politik uang adalah adanya keinginan untuk segera mengembalikan ‘modal’ yang telah dikeluarkan selama proses pemilu/pemilukada. “Gaji tiap bulan yang didapat kandidat bila terpilih tentulah tidak cukup untuk mengembalikan modal yang dikeluarkan sebelumnya. Jalan satu-satunya adalah korupsi. Tidak sedikit kandidat pilkada yang berusaha mencari dana perseorangan atau kelompok tertentu untuk membiayai ambisinya menjadi kepala daerah. Jika terpilih nanti, tentu dia harus siap membayar kembali dana yang telah dipakainya itu,” ujarnya.

Zuly menambahkan, hal penting yang harus dilakukan adalah memberikan pendidikan politik agar pemilih (khususnya di Indonesia) mampu menjadi pemilih kritis, bukan pemilih pragmatis (hanya menyoblos dan tidak mau tahu lagi), bukan pula pemilih oportunis (yang justru memanfaatkan untung rugi dari terselenggaranya pemilu/pemilukada). “Warga negara yang kritis akan berdampak pada kualitas pemilu yang diselenggarakan. Saat ini, kecenderungan yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia adalah terlalu mahal dari sisi biaya, tetapi minim kualitas, karena pemilihnya tidak kritis. Pemilih kritis adalah pemilih yang mengetahui pentingnya pemilu sebagai proses politik,” terangnya.

Yogyakarta, 2 Mei 2012

Jepang Maju Karena Usaha Kecil Dikembangkan  

Posted by: Intan Lingga in

Majunya negara Jepang bukan karena pemerintahnya yang pintar, melainkan dibukanya kesempatan bagi pengusaha kecil untuk dapat berkembang. Hal ini lantas membuat pemasukan pemerintah dari bidang pajak terus meningkat. Dalam hal peningkatan usaha kecil, masyarakat Jepang menerapkan Kaizen. Makna kata Kaizen sendiri adalah peningkatan berkelanjutan dan memperkecil kerugian. Dalam penerapannya, kaizen mencakup perbaikan berkesinambungan yang melibatkan seluruh pekerja dari level teratas hingga level terbawah.
Hal ini disampaikan oleh Dr. Fauzy Ammari dari Working Group for Technology Transfer (WGTT), Kaizen Institute, Jepang saat menjadi pembicara dalam “Seminar Internasional : Membangun Wirausaha, Teknologi, dan Edukasi Perbankan untuk UKM”, yang diselenggarakan oleh Center FE UMY, Senin (30/4) bertempat di Kampus Terpadu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Fauzy mengatakan, penting bagi sebuah perusahaan menyadari bagaimana peningkatan kualitas harus selalu dilakukan. “Kaizen adalah sebuah pemahaman bagaimana mengkondisikan orang-orang yang bekerja di perusahaan untuk selalu meningkatkan kualitas. Kualitas tidak tergantung pada alat, tetapi pada siapa yang mengoperasikan alat tersebut,” jelasnya.
Dalam hal ini, lanjut Fauzy, unsur Kaizen untuk diimplementasikan bagi UKM (Usaha Kecil Menengah) sangatlah penting. “Ada empat hal dalam hal ini, yang menjadi alasan mengapa Kaizen penting untuk diterapkan, yakni akan mampu mengurangi waktu untuk proses produksi/jasa, menyesuaikan teknologi yang akan dipakai pada step tertentu, mengkondisikan jalur produksi, serta selalu menuntut perusahaan untuk memberikan training kepada pekerja secara bertahap dan konsisten,” lanjutnya.
Saat ini, masih menurut Fauzy, permasalahan UKM di Indonesia adalah pada aspek ketenagakerjaan dan pemasaran. “Tenaga kerja relatif kurang memiliki keterampilan dan rendahnya produktivitas. Selain itu biasanya tenaga kerja berasal dari daerah yang berbeda, sehingga mempersulit penyatuan pemahaman pekerja. Selain itu, sebagian UMKM berorientasi pada pasar domestik saja, padahal pasar luar negeri justru sangat luas, dan sebenarnya dapat dijangkau bertahap dengan pengembangan sumber daya dan teknologi,” ucapnya.


Yogyakarta, 30 April 2012