Hari Transisi Sedunia (duniaku :D)  

Posted by: Intan Lingga in





-          Wisuda : 9 Juni 2012 (Sabtu)
-          Wawancara pertama sama Harjo : 11 Juni 2012 (Senen)

Uuuuughhhh >,< cepet banget siiii….
Jadi ini sedih campur seneng campur kesel 
Yang pertama,, niat liburan seminggu buat refresh otak gatot alias gagal total pemirsaaa…
Jadi bingung harus ngapain dulu.. mesti mulai orientasi kerja besokk, Kamis 21-Juni, tertantang sih..tertantang banget. Ngapain ya kira-kira.. kerja di media tu kayak apa ya….
Tapi di sisi otak bagian lain, masih pengen merasakan kenyamanan kerja di Biro Humas Protokol UMY J dan bantuin temen-temen di PIMNAS dan Acara Jurusan IK UMY, Communications Fiesta.
Iuuuuuuuwwhhhhhhhh…. But Show Must GoOn!!!
Jadi sebelum semua ini aku telan dengan baik, ada sosok Hero yang dateng! Mas Heru… hehehe. Kakak yang nemu di padang pasir ini nyeramahin panjaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaannng bgt, yg bikin aku tiba2 beli buku agenda dan nulis semua persiapan. Yahhh… 5 tahun ke depan 
Belom selese sih..tapi paling gak udah mulai ya pemirsa :P
Jadi,,, siapin baju buat kerja, siapin mental, siapin otak yang fresh buat nyambut tantangan besok 
Oya, rencananya mo mulai nulis terus seputar dunia marketing di media. Moga-moga bermanfaatlah yaaaaa……
Dan buat BHP yang udah menampungku selama 11 bulan ini… hiks hiks… semoga rekan-rekan jurnalis yang lucu-lucu segera datang menyerbu dan jadi rame lagi deeeh… bantuin Mbak Novy, Pak Tunjung, Abi, dan Sakti :D








♥ One Stop Moment :) ♥  

Posted by: Intan Lingga in

Semoga,, keceriaan ini selalu bisa jadi kenangan manis yang mengikat kami semua :))
Doanya, pasti, semua wajah di sini bakal jadi orang sukses di bidangnya masing-masing,, amiiiinnnn :)






Ada Ninda, Hesti, Suci, Mida, Heri, Ayu, Pewe, Sakti, Triska, Ovi, Rusbi, Purba, Tasya, Iyans, Angga, sama Kerli :)

My bestest hope for all of us :)
God bless us,, forever :)

June, 2th 2012

Thanks for Alvin Photo :)

Ke-Indonesia-an Dapat Dimulai Dari Kelokalan  

Posted by: Intan Lingga in ,









Pancasila dan Ke-Indonesiaan dapat dimulai dari kelokalan yang ada. Dengan mengangkat hal-hal lokal yang sederhana dalam interaksi sehari-hari, nilai-nilai Pancasila dapat dilestarikan. Misalnya dalam mata pelajaran, banyak hal-hal lokal yang bisa diimplementasikan oleh guru dan dosen agar murid mau pun mahasiswa kenal dengan nilai-nilai lokal.
Hal tersebut disampaikan oleh Drs. H. M. Idham Samawi, Mantan Bupati Bantul, saat menjadi pembicara dalam Seminar Peringatan Bulan Bung Karno yang bertema “Pancasila, Jati Diri Bangsa, dan Siasat Kaum Muda di Tengah Era Globalisasi”, yang diselenggarakan oleh Panitia Bulan Bung Karno yang bekerja sama dengan Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Rabu (6/6) bertempat di Kampus Terpadu UMY. Dalam seminar ini juga dihadirkan Nur Kholik Ridwan (Penulis Buku Gus Dur dan Negara Pancasila) dan Fajar Junaedi, M,Si (Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi UMY) sebagai pembicara. Acara ini merupakan rangkaian acara Peringatan Bulan Bung Karno yang akan diakhiri dengan Panggung Rakyat, bertempat di DPRD DIY, 20 Juni mendatang.
Idham mengatakan, internalisasi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari dapat diterapkan dengan cara yang sederhana. “Misalnya, dalam pelajaran Matematika, yang dikenalkan jangan ‘dua Aple Washington ditambah dua Apel Malang sama dengan berapa?’. Tapi munculkan hasil-hasil lokal. Kalau itu di Bantul, lalu apa hasil bumi Bantul? Bisa diterapkan seperti itu,” ujarnya.
Indonesia, lanjut Idham, hanya butuh satu orang saja untuk mengubah keadaan. “Satu orang saja, tapi yang berani, punya kapasitas, punya integritas. Satu orang itu harus siap memperjuangkan kedaulatan rakyat. Punya nyali dan menerapkan nilai-nilai Pancasila, karena Pancasila mengandung nilai-nilai luhur Bangsa Indonesia,” lanjutnya.
Pembicara yang lain, Nur Kholik Ridwan, mengatakan bahwa saat ini yang dibutuhkan adalah pemimpin berjiwa negarawan. “Saat ini, belum ada pemimpin yang siap menerima kekalahan demi rakyatnya. Untuk mendandani bangsa ini, kita harus tahu betul tentang sejarah, paham betul bagaimana menerapkan nilai Pancasila dalam situasi sosial yang berbeda-beda. Kita juga harus dapat memanfaatkan Demokrasi dan Teknologi Informasi untuk melakukan perlawanan,” jelasnya.
Sementara Fajar Junaedi menambahkan, secara sederhana nilai-nilai Pancasila dapat diterapkan mahasiswa dengan menanamkan jiwa anti copy-paste.  “Lebih baik membuat karya sederhana yang orisinil, dari pada karya bagus tetapi hasil nyontek,” pungkasnya. 

Pemimpin Harus Berjiwa Pancasila  

Posted by: Intan Lingga in




Setiap pemimpin di Indonesia harus berjiwa Pancasila. Pemimpin harus mampu menghayati nilai-nilai Pancasila serta memahami makna Bhineka Tunggal Ika. Dengan demikian, segala kebijakan yang diambil oleh seorang pemimpin, dasarnya adalah nilai-nilai Pancasila demi kepentingan rakyat. Selain itu, seorang pemimpin juga harus paham mengenai pluralitas agar implementasi Pancasila dapat disesuaikan dengan kultur masyarakat yang notabene berbeda satu sama lainnya.

Hal tersebut disampaikan oleh Drs. H.M. Idham Samawi, Mantan Bupati Bantul, saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional berjudul “Membingkai Kepemimpinan Indonesia, Merubah Wajah Demokrasi Indonesia Demi Mewujudkan Cita-Cita Konstitusi”, yang diselenggarakan oleh Korps Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Selasa (5/6) bertempat di Aula Masjid Ahmad Dahlan, UMY.

Idham mengatakan, mahasiswa adalah calon-calon pemimpin bangsa. Oleh karena itu, mahasiswa harus dididik agar nilai-nilai Pancasila dapat melekat dan menjadi pedoman kepemimpinan. “Pancasila itu bukan harus disakralkan, justru harus diamalkan. Tidak perlu jauh-jauh, misalnya, ada pedagang pasar tradisional yang terjerat rentenir, karena buta huruf dan tidak punya nyali masuk ke bank yang resmi. Mahasiswa dapat mengadvokasi, bagaimana caranya agar pedagang itu bisa mendapatkan kredit dari bank yang resmi, kalau perlu buatkan surat-suratnya. Jadi tidak membiarkan pedagang semakin terlilit hutang. Pedagang yang buta huruf itu mungkin saja tidak tahu, atau tidak berani,” jelasnya bersemangat kepada para mahasiswa.

Bangsa Indonesia, lanjut Idham, harus dididik dengan ideologi, yakni Pancasila. Hal ini penting agar pemimpin-pemimpin masa depan Bangsa Indonesia kelak mampu merubah keadaan menjadi lebih baik. “Bangsa-bangsa yang besar di dunia itu, katakanlah misalnya Amerika, dididik dengan ideologi. Coba amati film-film dari Amerika. Walau pun sebentar, pasti bendera Amerika selalu muncul. Mereka dididik dengan ideologinya. Begitu pula Indonesia. Saya yakin, pendiri bangsa ini memiliki maksud tertentu mengapa mencetuskan Pancasila. Jangan hanya karena sebuah perbedaan lalu kita saling menindas. Apa pun agamanya, warna kulitnya, kita adalah sama-sama manusia yang butuh oksigen, butuh makan. Itulah persatuan yang harus dibangun,” ujarnya. 

Yogyakarta, 5 Juni 2012