Majunya negara Jepang bukan karena pemerintahnya yang pintar,
melainkan dibukanya kesempatan bagi pengusaha kecil untuk dapat berkembang. Hal
ini lantas membuat pemasukan pemerintah dari bidang pajak terus meningkat.
Dalam hal peningkatan usaha kecil, masyarakat Jepang menerapkan Kaizen. Makna
kata Kaizen sendiri adalah peningkatan berkelanjutan dan memperkecil kerugian.
Dalam penerapannya, kaizen mencakup perbaikan berkesinambungan yang melibatkan
seluruh pekerja dari level teratas hingga level terbawah.
Hal ini disampaikan oleh Dr. Fauzy Ammari dari Working Group
for Technology Transfer (WGTT), Kaizen Institute, Jepang saat menjadi pembicara
dalam “Seminar Internasional : Membangun Wirausaha, Teknologi, dan Edukasi
Perbankan untuk UKM”, yang diselenggarakan oleh Center FE UMY, Senin (30/4)
bertempat di Kampus Terpadu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Fauzy mengatakan, penting bagi sebuah perusahaan menyadari
bagaimana peningkatan kualitas harus selalu dilakukan. “Kaizen adalah sebuah
pemahaman bagaimana mengkondisikan orang-orang yang bekerja di perusahaan untuk
selalu meningkatkan kualitas. Kualitas tidak tergantung pada alat, tetapi pada
siapa yang mengoperasikan alat tersebut,” jelasnya.
Dalam hal ini, lanjut Fauzy, unsur Kaizen untuk
diimplementasikan bagi UKM (Usaha Kecil Menengah) sangatlah penting. “Ada empat
hal dalam hal ini, yang menjadi alasan mengapa Kaizen penting untuk diterapkan,
yakni akan mampu mengurangi waktu untuk proses produksi/jasa, menyesuaikan
teknologi yang akan dipakai pada step tertentu, mengkondisikan jalur produksi,
serta selalu menuntut perusahaan untuk memberikan training kepada pekerja
secara bertahap dan konsisten,” lanjutnya.
Saat ini, masih menurut Fauzy, permasalahan UKM di Indonesia
adalah pada aspek ketenagakerjaan dan pemasaran. “Tenaga kerja relatif kurang
memiliki keterampilan dan rendahnya produktivitas. Selain itu biasanya tenaga
kerja berasal dari daerah yang berbeda, sehingga mempersulit penyatuan
pemahaman pekerja. Selain itu, sebagian UMKM berorientasi pada pasar domestik
saja, padahal pasar luar negeri justru sangat luas, dan sebenarnya dapat
dijangkau bertahap dengan pengembangan sumber daya dan teknologi,” ucapnya.
Yogyakarta, 30 April 2012
This entry was posted
on Kamis, Mei 17, 2012
and is filed under
Release Biro Humas UMY
.
You can leave a response
and follow any responses to this entry through the
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
.