11 November 2011
Dalam hal penegakkan hukum, Indonesia patut mencontoh Jepang. Meskipun berbentuk monarkhi, Jepang justru lebih demokratis. Pemerintah Jepang memiliki Undang-Undang Anti Monopoli yang diterapkan dengan baik di masyarakatnya. Dengan diterapkannya Undang-Undang Anti Monopoli, masyarakat Jepang benar-benar terlindung dari konglomerasi pihak-pihak tertentu. Sebenarnya, Indonesia juga memiliki Undang-Undang tersebut, hanya saja belum diterapkan dengan baik.
Dalam hal penegakkan hukum, Indonesia patut mencontoh Jepang. Meskipun berbentuk monarkhi, Jepang justru lebih demokratis. Pemerintah Jepang memiliki Undang-Undang Anti Monopoli yang diterapkan dengan baik di masyarakatnya. Dengan diterapkannya Undang-Undang Anti Monopoli, masyarakat Jepang benar-benar terlindung dari konglomerasi pihak-pihak tertentu. Sebenarnya, Indonesia juga memiliki Undang-Undang tersebut, hanya saja belum diterapkan dengan baik.
Yordan Gunawan, Direktur International Program For Law & Sharia
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (IPOLS UMY), menyampaikan hal tersebut
setelah acara Seminar “Law and Development in Japan” Kamis (10/11) sore
bertempat di Kampus Terpadu UMY. Dalam
acara ini dihadirkan Prof. Shimada Yuzuru, dari Graduate School of International Development Nagoya University,
Jepang.
Menurut Yordan, pemerintah Jepang benar-benar mendukung sistem hukumnya
ditegakkan dengan baik. “Negara menjamin tidak ada konglomerasi, sehingga
masyarakatnya tidak terpikirkan untuk melakukan korupsi. Undang-Undang Anti
Monopoli sangat penting ditegakkan untuk mencegah kemiskinan dan
ketidakmerataan dalam berbagai hal,” ungkapnya.
Jepang yang banyak diwarnai oleh tata hukum Eropa, Jerman khususnya,
pernah terkena imbas globalisasi ekonomi, namun pemerintah Jepang dengan sigap
melakukan reformasi Yudisial, dengan memperbanyak jumlah advokat dan
partisipasi masyarakat untuk peradilan yang lebih baik.
Sementara Prof. Shimada, menjelaskan
bagaimana Jepang dengan tata hukum dan sejarahnya. Shimada menjelaskan
bagaimana Jepang melakukan pendekatan hukum secara empiris, aplikatif, dan orientasi
kebijakan. Pada tahun 1953, Jepang mulai memperbolehkan aktifitas-aktifitas
bisnis masyarakatnya, namun dengan kontrol yang ketat dari pemerintah.
This entry was posted
on Minggu, November 13, 2011
and is filed under
Release Biro Humas UMY
.
You can leave a response
and follow any responses to this entry through the
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
.